#2
Suatu malam, kamu terbangun dengan gelisah. Kau tak bisa temukan sebab. Hanya bisa cemas. Dengan tenaga yang ada, kamu mencoba duduk bersandar pada salah satu sisi tembok. Dengan emosi meletup-letup, kau berusaha untuk menahan keinginan untuk teriak di tengah malam seperti ini. Kamu tak ingin keluarga dan tetangga terbangun sebab suaramu itu. Namun, kamu juga belum tahu sebab dari semua ini.
Emosimu masih meletup-letup. Di tengah kegelapan kamar, kamu berusaha memukul tembok sekuat tenaga sambil berteriak kencang. Atau menarik seprai tempat tidurmu lalu melemparnya. Kamu ingin mengeluarkan itu semua, namun masih kamu tahan.
Kamu mencoba berdiri menghampiri cermin, berharap kau bisa temukan lawan bicara. Kamu ingin berbicara dengan dirimu sendiri. Lampu dinyalakan, dan masih dengan emosi yang sama, kau menatap cermin.
Sebenarnya, kamu penakut. Mana pernah kamu bangun di malam hari dan memberanikan diri keluar dari kamar sekadar untuk ke kamar mandi? Mana pernah kamu berani menatap cermin kala malam hari? Rasa takutmu takluk oleh emosi yang tak kau kenal ini.
Kamu bicara ke cermin, namun tanpa suara. Kau menatap cermin, namun tanpa gerakan. Diam dan sepi. Kamu berharap ada jawaban di sana. Kamu juga sadar, keinginan berteriak tetap ada.
Kamu mulai mengingat sesuatu. Banyak hal yang datang ke pikiranmu. Tentang bayangan orang-orang, tentang suara mereka, tentang mata mereka, tentang dirimu, dan tentang kamu di masa lalu.
Dahulu, kamu merasa dapat menguasai semuanya. Orang-orang, pendapat mereka, tindakan mereka, dan hati mereka. Kamu merasa menang atas semuanya. Seketika, semua yang kau inginkan dapat dengan mudah didapatkan. Kamu berjaya. Kamu menikmatinya.
Kamu masih berapi-api.
Selanjutnya, keinginan itu masih ada di sana. Kamu ingin memiliki semua. Hingga kamu mulai mendefinisikan dirimu sebagai ‘inilah aku yang baru’.
Gelisahmu menemui ujungnya. Sekarang, semua itu sudah hilang. Karena keserakahanmu, kamu sibuk mencari apa yang kamu belum miliki hingga lupa segala hal yang telah ada di sisimu. Kamu terbutakan oleh ambisimu yang tidak jelas.
Kamu menjadi ‘bukan kamu’. Kamu tak pernah jadi ‘aku yang baru’ karena kamu hanya ingin semua ini tak akan pernah lepas darimu. Dan ketika semuanya hilang, kamu jatuh.
Kamu kalah. Teriakmu pecah di malam itu.
Agustus, 2019.